Selepas adzan magrib rombongan keluarga kami sudah sampai
dirumah Buliknya Dik Arif dipingggir rawa pening. Langsung menuju masjid untuk
menunaikan sholat magrib, pada saat mengambil air wudhu, airnya sangat dingin
gak kalah sama air wudhu di masjid At-Ta’awun Puncak Bogor. Setelah sholat
magrib kami sekeluarga di suguhi makan malam dengan menu ikan dan sambal. Makan
yang sangat sederhana tapi rasanya melebihi rasa masakan Restoran Padang
Sederhana.
Ikan yang disajikan dibeli dari rawa pening yang dilepasliarkan terasa
lebih nikmat rasanya dari pada ikan yang
dibudidayakan. Ikan mujaher yang besarnya lebih 1 kg, rasa dagingnya begitu tebal
dan renyah, dipadu sama sambal goreng khas Ambarawa dan lalapan terasa
menyengat dilidah serta menendang perut, benar-benar nikmat…Alhamdulillah………
Bisa dibilang ikan gurame kalah telak sama ikan mujaher dari rawa pening,
gak percaya???? Coba buktikan sendiri, dijamin ketagihan.
Selepas makan malam kita saling bercengkerama bersama keluarga
besar Dik Arif yang kebetulan bertugas di Kepolisian. Tak lama berselang,
kemudian kita diantarkan dirumahnya yang kosong dan baru jadi untuk kita
singgahi, untuk beristirahat. Rumahnya baru jadi, sangat besar dengan 3 kamar,
dapur dan kamar mandi yang luas, televisi 32” dengan parabola. Ibarat kita
tidur di villa dengan gratis.
Kopi, teh, gula, kue semua tersedia. Rumah ini
berjarak 25 M dari pinggiran rawa pening, cuaca dimalam hari sangat dingin melebihi dinginnya puncak, hanya satu kekurangannya yaitu gak ada air panas
untuk mandi hehehee......... tapi disediakan
kompor kalo mau mandi air panas alias masak air biar mateng (versi Sapri) xixixiixxx..................
Selepas sholat Shubuh, dilanjutkan dengan jalan-jalan
dipinggiran rawa pening. Tampak dari pinggiran para pencari ikan mendayung
perahu sampan sambil menjala ikan, ada juga yang memasang pancing kail dengan
kenur bermeter-meter panjangnya. Cara mencari ikan yang masih tradisional tapi
perlu dipertahankan karena tidak merusak ekosistem.
Sayangnya danau Rawa Pening kini airnya mulai surut, hama enceng gondok menyebar dan teramat sulit diatasi, hampir sepanjang tepi dan tengah danau ditumbuhi enceng gondok yang merusak keindahan rawa pening. Jam 08.00 siap-siap melanjutkan perjalanan wisata, rencananya akan menuju ke Bukit Cinta dilanjutkan ke Kopeng. emang dasar dapat rejeki, pada saat mampir kerumahnya Bu Liknya Dek Arif, kami sekeluarga disuguhi sarapan pagi dengan menu sama dengan makan malam....Ikan Mujaher Goreng plus sambal dan lalapan.....benar-benar Mak Nyusss.........santap habissss. perut kenyang langsng pamitan.....Alhamdulillah.........
Perjalanan selanjutnya menuju ke Bukit cinta dan Kopeng...........
Berikut ini adalah legenda rakyat terjadinya Rawa Pening yang menjadi mitos dikehidupan masyarakat Jawa Tengah.
Cerita Rakyat Rawa Pening
Rawa pening sendiri merupakan danau dengan luas sekitar
2.670 hektar merupakan danau terbesar Se-Indonesia dan terletak di daerah Ambarawa, tepatnya terdapat di antara jalan Raya Semarang – Salatiga.
Rawa
pening berawal dari kisah anak Baru Klinting yang mencari ayahnya yang sedang
bertapa di Gunung Telomoyo, setelah ketemu ayahnya, baru klinting yang berupa
naga disuruh melingkari gunung Telomoyo agar berubah jadi manusia. Akhirnya
Baru Klinting bertapa sambil melingkarkan badannya di Gunung Telomoyo.
Suatu hari penduduk desa Pathok mau mengadakan pesta
sedekah bumi setelah panen usai. Untuk memeriahkan pesta itu rakyat
beramai-ramai mencari hewan, namun tidak mendapatkan seekor hewan pun. Akhirnya
mereka menemukan seekor Naga besar yang bertapa langsung dipotong-potong,
dagingnya dibawa pulang untuk pesta. Dalam acara pesta itu datanglah seorang
anak jelmaan Baru Klinting ikut dalam keramaian itu dan ingin menikmati
hidangan. Dengan sikap acuh dan sinis mereka mengusir anak itu dari pesta
dengan paksa karena dianggap pengemis yang menjijikkan dan memalukan.
Dengan sakit hati anak
itu pergi meninggalkan pesta. Ia bertemu dengan seorang nenek janda tua yang
baik hati. Diajaknya mampir ke rumahnya. Janda tua itu memperlakukan anak
seperti tamu dihormati dan disiapkan hidangan. Di rumah janda tua, anak
berpesan, Nek, “Kalau terdengar suara gemuruh nenek harus siapkan lesung, agar
selamat!”. Nenek menuruti saran anak itu.
Sesaat kemudian anak itu kembali ke pesta mencoba ikut dan
meminta hidangan dalam pesta yang diadakan oleh penduduk desa. Namun warga
tetap tidak menerima anak itu, bahkan ditendang agar pergi dari tempat pesta
itu. Dengan kemarahan hati anak itu mengadakan sayembara. Ia menancapkan lidi
ke tanah, siapa penduduk desa ini yang bisa mencabutnya. Tak satu pun warga
desa yang mampu mencabut lidi itu. Akhirnya anak itu sendiri yang mencabutnya,
ternyata lubang tancapan tadi muncul mata air yang deras makin membesar dan
menggenangi desa itu, penduduk semua tenggelam, kecuali Janda Tua yang masuk
lesung dan dapat selamat, semua desa menjadi rawa-rawa, yang dinamakan RAWA
PENING
Tidak ada komentar:
Posting Komentar