Jumat, 25 Oktober 2013

Bukit Cinta Rawa Pening Ambarawa

Perjalanan wisata kemudian dilanjutkan menuju Bukit Cinta masih disekitar danau rawa pening Ambarawa. Ditempuh dalam perjalanan setengah jam, kemudian sampai ke obyek yang dituju. Rute perjalanan yang dituju melewati seputaran pinggiran rawa pening yang banyak ditumbuhi enceng gondok.
 
Obyek wisata ini berada di tepi Rawa Pening, terletak di Desa Kebondowo Kecamatan Banyubiru. Ditandai dengan pintu gerbang yang bertuliskan Obyek Wisata Bukit Cinta. Setelah masuk pintu gerbang kemudian masuk lahan parkir yang sangat luas, lebih luas dari bukitnya. Dipinggiran lahan parkir berderet kios-kios penjual makanan dan souvenir.
 
Sebelum naik ke bukit cinta, tampak patung naga raksasa yang melingkari bukit sekaligus sebagai loket penjualan tiket masuk. Didalam patung naga terdapat aquarium yang isinya berupa koleksi reptile dan ikan yang kondisinya kurang terawat. Patung Naga Raksasa ini juga mencerminkan bentuk dari Baru Klinting. Konon bukit ini tercipta karena tancapan lidi Baru Klinting.
Pintu gerbang masuk obyek wisata bukit cinta
Patung kepala naga dan ekornya, awal menaiki bukit cinta

 

 Mulut naga pintu masuk aquarium ikan dan reptile
 

 
Diatas bukit terdapat pohon pinus yang besar-besar menjulang tinggi dan rindang sehingga membuat suasana menjadi sejuk dan nyaman. Di bawah pohon yang rindang terdapat banyak penjual makanan lesehan seperti mie ayam, bakso, pop mie, kelapa muda dan minuman ringan. Ada juga penjual jagung bakar yang rasanya manis, fresh baru dipetik dari sawah. Di atas bukit juga terdapat makam, rumah makam itu ada namanya, tapi sayang saya lupa  nama orang yang dimakamkan di atas bukit cinta. Disekitaran bukit terdapat mainan anak-anak seperti ayunan, prosotan, kuda-kudaan dari besi  yang sebagian besar kondisinya kurang terawat. Dibawah ini adalah jepreten fotografer SG :






















Bukit cinta ini sebenarnya untuk melihat pemandangan rawa pening dari atas, tapi sangat disayangkan kondisi rawa pening yang dipenuhi enceng gondok, sehingga keindahan rawa pening tidak tampak. Bahkan disalah gunakan kawula muda untuk tempat pacaran.
Disamping itu ada pula penyewaan perahu motor yang disewakan seharga Rp. 60.000, mengitari danau, terasa sangat mahal karena tidak ditunjang dengan keindahan danau rawa pening, cuaca yang panas dan hanya melihat enceng gondok serta tidak dilengkapi dengan perangkat keselamatan (pelampung). BERBAHAYA....................
Sangat mengecewakan mengunjungi bukit cinta, tapi masih beruntung pada saat masuk kami tidak membeli tiket, karena dikira yang membeli tiket hanya yang akan masuk ke dalam naga raksasa untuk melihat aquarium ikan dan reptile.
 
Rasa kecewa sedikit terobati karena merasakan makanan wader dan udang rawa pening yang digoreng garing terasa renyah dan gurih. Enak…silahkan dicoba.




 
 

Kamis, 24 Oktober 2013

Rawa Pening Ambarawa




Selepas adzan magrib rombongan keluarga kami sudah sampai dirumah Buliknya Dik Arif dipingggir rawa pening. Langsung menuju masjid untuk menunaikan sholat magrib, pada saat mengambil air wudhu, airnya sangat dingin gak kalah sama air wudhu di masjid At-Ta’awun Puncak Bogor. Setelah sholat magrib kami sekeluarga di suguhi makan malam dengan menu ikan dan sambal. Makan yang sangat sederhana tapi rasanya melebihi rasa masakan Restoran Padang Sederhana.
Ikan yang disajikan dibeli dari rawa pening yang dilepasliarkan terasa lebih  nikmat rasanya dari pada ikan yang dibudidayakan. Ikan mujaher yang besarnya lebih 1 kg, rasa dagingnya begitu tebal dan renyah, dipadu sama sambal goreng khas Ambarawa dan lalapan terasa menyengat dilidah serta menendang perut, benar-benar nikmat…Alhamdulillah……… Bisa dibilang ikan gurame kalah  telak sama ikan mujaher dari rawa pening, gak percaya???? Coba buktikan sendiri, dijamin ketagihan.

Selepas makan malam kita saling bercengkerama bersama keluarga besar Dik Arif yang kebetulan bertugas di Kepolisian. Tak lama berselang, kemudian kita diantarkan dirumahnya yang kosong dan baru jadi untuk kita singgahi, untuk beristirahat. Rumahnya baru jadi, sangat besar dengan 3 kamar, dapur dan kamar mandi yang luas, televisi 32” dengan parabola. Ibarat kita tidur di villa dengan gratis.
Kopi, teh, gula, kue semua tersedia. Rumah ini berjarak 25 M dari pinggiran rawa pening, cuaca dimalam hari sangat dingin melebihi dinginnya puncak, hanya satu kekurangannya yaitu gak ada air panas untuk mandi hehehee......... tapi disediakan kompor kalo mau mandi air panas alias masak air biar mateng (versi Sapri) xixixiixxx..................

Selepas sholat Shubuh, dilanjutkan dengan jalan-jalan dipinggiran rawa pening. Tampak dari pinggiran para pencari ikan mendayung perahu sampan sambil menjala ikan, ada juga yang memasang pancing kail dengan kenur bermeter-meter panjangnya. Cara mencari ikan yang masih tradisional tapi perlu dipertahankan karena tidak merusak ekosistem.




 
Sayangnya danau Rawa Pening kini airnya mulai surut, hama enceng gondok menyebar dan teramat sulit diatasi, hampir sepanjang tepi dan tengah danau ditumbuhi enceng gondok yang merusak keindahan rawa pening. Jam 08.00 siap-siap melanjutkan perjalanan wisata, rencananya akan menuju ke Bukit Cinta dilanjutkan ke Kopeng. emang dasar dapat rejeki, pada saat mampir kerumahnya Bu Liknya Dek Arif, kami sekeluarga disuguhi sarapan pagi dengan menu sama dengan makan malam....Ikan Mujaher Goreng plus sambal dan lalapan.....benar-benar Mak Nyusss.........santap habissss. perut kenyang langsng pamitan.....Alhamdulillah.........
Perjalanan selanjutnya menuju ke Bukit cinta dan Kopeng...........
Berikut ini adalah legenda rakyat terjadinya Rawa Pening yang menjadi mitos dikehidupan masyarakat Jawa Tengah.
Cerita Rakyat Rawa Pening


Rawa pening sendiri merupakan danau dengan luas sekitar 2.670 hektar merupakan danau terbesar  Se-Indonesia dan terletak di daerah Ambarawa, tepatnya terdapat di antara jalan Raya Semarang – Salatiga.

Rawa pening berawal dari kisah anak Baru Klinting yang mencari ayahnya yang sedang bertapa di Gunung Telomoyo, setelah ketemu ayahnya, baru klinting yang berupa naga disuruh melingkari gunung Telomoyo agar berubah jadi manusia. Akhirnya Baru Klinting bertapa sambil melingkarkan badannya di Gunung Telomoyo.

Suatu hari penduduk desa Pathok mau mengadakan pesta sedekah bumi setelah panen usai. Untuk memeriahkan pesta itu rakyat beramai-ramai mencari hewan, namun tidak mendapatkan seekor hewan pun. Akhirnya mereka menemukan seekor Naga besar yang bertapa langsung dipotong-potong, dagingnya dibawa pulang untuk pesta. Dalam acara pesta itu datanglah seorang anak jelmaan Baru Klinting ikut dalam keramaian itu dan ingin menikmati hidangan. Dengan sikap acuh dan sinis mereka mengusir anak itu dari pesta dengan paksa karena dianggap pengemis yang menjijikkan dan memalukan.

Dengan sakit hati anak itu pergi meninggalkan pesta. Ia bertemu dengan seorang nenek janda tua yang baik hati. Diajaknya mampir ke rumahnya. Janda tua itu memperlakukan anak seperti tamu dihormati dan disiapkan hidangan. Di rumah janda tua, anak berpesan, Nek, “Kalau terdengar suara gemuruh nenek harus siapkan lesung, agar selamat!”. Nenek menuruti saran anak itu.



Sesaat kemudian anak itu kembali ke pesta mencoba ikut dan meminta hidangan dalam pesta yang diadakan oleh penduduk desa. Namun warga tetap tidak menerima anak itu, bahkan ditendang agar pergi dari tempat pesta itu. Dengan kemarahan hati anak itu mengadakan sayembara. Ia menancapkan lidi ke tanah, siapa penduduk desa ini yang bisa mencabutnya. Tak satu pun warga desa yang mampu mencabut lidi itu. Akhirnya anak itu sendiri yang mencabutnya, ternyata lubang tancapan tadi muncul mata air yang deras makin membesar dan menggenangi desa itu, penduduk semua tenggelam, kecuali Janda Tua yang masuk lesung dan dapat selamat, semua desa menjadi rawa-rawa, yang dinamakan RAWA PENING

Umbul Tlatar Boyolali – Rawa Pening Ambarawa – Bukit Cinta – Kopeng – Masjid Demak – Soto Pak Denuh


Petualangan perjalanan wisata keluarga kami ini sebenarnya tidak disengaja, berawal dari menghadiri undangan reuni di Umbul Tlatar Boyolali berlanjut mengunjungi obyek wisata di daerah Semarang dan sekitarnya dengan tidak ada niat sebelumnya. Perjalanan wisata keluarga ini ditulis bersambung yang dimulai dari obyek wisata Umbul Tlatar Boyolali.

Tiga hari menjelang hari raya idul fitri 1434 H, dapat undangan reuni via SMS Alumni Ikatan SPK Pemda Kudus Angkatan 9 di obyek wisata Umbul Tlatar Boyolali pada tanggal 13 Agustus 2013. Tanpa pikir panjang langsung mengiyakan saja untuk hadir.
Menjelang keberangkatan saya  browsing dulu mencari alamat  dan fasilitas apa saja yang ada di Umbul Tlatar Sidomukti. Layar tablet di Samsung menunjukkan gambar-gambar dan pemandangan yang indah serta suasana percikan air yang menambah semangat untuk segera menuju kesana.

Pagi jam 07.30 langsung berangkat dari desa tercinta Brati, Grobogan  menuju Boyolali. Seluruh keluarga saya bawa Istri 1, anak 3, mertua laki-laki, Ibu saya dan Adikku beserta suaminya dan anaknya (keponakanku). Disamping reuni sekalian jalan-jalan mengisi liburan hari raya Idul fitri.
Perjalanan kali ini melalui jalur Solo, melalui Kedung Ombo, Sragen melewati Obyek Wisata Sangiran, Solo, lanjut menuju Boyolali. Sesampai didaerah Boyolali perjalanan menuju Umbul Tlatar melewati persawahan yang asri dan pemandangan pegunungan Merapi dan Merbabu yang indah serta hawa pegunungan yang dingin.

Didapok jadi MC plus nyanyi campursari, suarane fals tenaaannn

Suasana reunian dimeja keluargaku

Lokasi reuni SPK Pemda Kudus Angk. 9
 


Tepat jam 10.15 menit sudah sampai di Umbul Tlatar yang berada di Ds. Kebonbimo Boyolali. Masuk obyek wisata dikenakan biaya masuk Rp. 2.500 dan parkir mobil Rp. 5.000. Baru masuk Alif dan Alfath sudah heboh mau turun bermain dengar air untuk menangkap ikan-ikan kecil disungai yang mengitari rumah-rumah makan atau biasa disebut kolam kecek. Airnya  jernih dan dingin karena berasal dari sumber mata air alami dari pegunungan.

Anak-anak dan keponakan nekat untuk berenang di Umbul Tlatar, meski tidak memakai baju renang, karena memang tidak ada niat untuk mengajak anak-anak berenang. Kolam renangnya sangat kecil tapi airnya bersih dan bebas kaporit. Sayang perlengkapan renangnya hanya ban dalam mobil dan itu satu-satunya.
Didampingi sama Simbah dan Aki, Alif dan Alfath beserta Fia asik bermain air. Kebiasaan Alfath kalau berenang senang dengan menyelam (seluruh badannya masuk kedalam air) karena Simbah nggak tahu dengan kebiasaan itu, betapa hebohnya Ibu saya ini….dengan teriakan minta tolong kepada Aki (mertua saya) berespon langsung nyebur ke kolam renang untuk mengangkat Alfath, padahal kedalaman kolam renang tersebut hanya setinggi dada anak saya. Basah deh……… Tapi ambil hikmahnya saja betapa sayangnya Simbah kepada cucu-cucunya. Karena air yang sangat dingin anak-anak hanya 1 jam berenang itupun tangannya sudah pada keriput.











 

Habis berenang Alif dan Alfath pengen mancing disekitar rumah makan (Pemancingan 10) yang disewa untuk acara reuni. Ikannya jarang dan kecil-kecil, didalam kolam banyak sekali duri-duri ikan mungkin sisa-sisa menu makanan ikan yang gak habis langsung dibuang di kolam. Sangat disayangkan alat pancing yang disediakan sangat sederhana kalo gak mau dibilang jelek sekali, hanya belahan bamboo kemudian dipasang senar dan kail.

Acara saya sendiri yaitu reuni tidak berjalan mulus, yang datang hanya beberapa orang, mungkin karena tanggal tersebut sudah banyak yang mulai bekerja, dan lokasi reuni yang sangat jauh. Tapi bagaimananpun acara tetap meriah dengan hadirnya organ tunggal dengan 2 artis dari Boyolali didampingi artis-artis dari Alumni SPK Pemda Kudus yang menyumbangkan suara perunggunya…hehehehe,…… ada yang modal nekat seperti saya, karena pentolan-pentolan alumni yang pandai menyanyi tidak hadir. Setelah hiburan dilanjut dengan makan-makan yang didominasi menu ikan. Dari mulai ikan lele, gurame, mujaher, nila komplit. Rasa masakannya juga enak, sambalnya terasa cocok dilidah nilai 8 dari 10. Recomanded untuk dicoba.

Selain kolam kecek, kolam renang dan pemancingan di Umbul Tlatar boyolali juga ada ATV, tunggang kuda, flying fox, terapi ikan.

Selesai acara reuni teman-teman alumni mendapat tawaran untuk mampir ke rumah Ibu Dwi Astutiningrum didaerah Ambarawa, tetapi hanya saya dan Ita Rustanti yang berkenan untuk datang. Menuju rumah Ibu Dwi menyusuri jalan yang naik, turun, berkelok dengan cuaca yang dingin. Setelah  1 jam perjalanan sudah sampai rumahnya. Disana kita ditunjukkan tentang usaha yang digelutinya yaitu beternak burung puyuh dan budidaya jamur, usaha yang sangat menguntungkan dan prospek yang cerah.

Jam 17.00 setelah sholat ‘Asar kita pamit untuk pulang, kemudian sama tuan rumah dibawain oleh-oleh telur puyuh dan jamur. Karena sudah sore ada ide dari adik ipar saya (Dik Arief) untuk menginap dirumah buliknya dipinggiran rawa pening Ambarawa. Langsung mobil Avanza kesayangan tancap gas menuju rawa pening.